Home » » OPINI : Sosial Distancing, Pshycal Distancing, Hingga Lockdown?

OPINI : Sosial Distancing, Pshycal Distancing, Hingga Lockdown?

Posted by LPM REDLINE on Mar 30, 2020

Muhammad Fajar Program Studi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah
30 Maret 2020.

Dari Social Distancing ke Pshycal Distancing:

OPINI-- Pandemi Corona yang menjadi wabah global diberbagai negara. Dengan kondisi sekarang, tidak bisa banyak yang kita ketahui kecuali jumlah pasien positif corona yang diupdate oleh kementerian kesehatan setiap harinya dengan penambahan korban yang berjatuhan, gejala-gejala awal corona, dan penularannya yang begitu cepat. Virus Corona sangat rentan penularannya melalui kontak fisik maupun udara.
Sangat jelas bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup dengan sendirinya atau dalam hal ini butuh bantuan orang lain, lalu apakah pemberlakuan Social Distancing beberapa hari kemarin yang dihimbaukan oleh WHO dan Pemerintah sudah berjalan.
Social Distancing yang diartikan sebagai pembatasan sosial ialah serangkaian tindakan pengendalian infeksi nonfarmasi yang dimaksudkan untuk menghentikan atau memperlambat penyebaran penyakit menular.  Covid-19 atau Coronavirus Disiase 2019 adalah penyakit yang disebabkan oleh SARS-CoV2, salah satu jenis koronavirus. Sedangkan, Pshycal Distancing yang artinya menjaga jarak fisik antar manusia. Mulai kembali digolongkan sebagai pengganti Social Distancing sesuai himbauan WHO baru-baru ini.  Dengan begitu himbauan ini tidak hanya dengan menghindari kerumunan tetapi dengan menjaga jarak terhadap orang lain agar tidak berdekatan.

Mengapa harus diubah? Penggunaan frasa social distancing dianggap keliru oleh beberapa sosiolog, karena itu dapat menyebabkan khawatir akan adanya isolasi sosial bukan terhadap fisik sedangkan yang sebenarnya perlu dibatasi adalah fisik bukan sosial seseorang. Tiap sosialisasi bisa berjalan dengan virtual maupun visual. Sudah sangat jelas apabila frasa Social Distancing diubah menjadi Pshycal Distancing karena fisik seseorang boleh dibatasi tapi tidak dengan sosialnya.
Diera revolusi industri 4.0 yang saat ini sangat dipengaruhi oleh teknologi informasi dapat dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya dalam kondisi sekarang, degan work from home, media pembelajaran dengan sistem yang tepat untuk penangguhan pembelajaran tatap muka telah diberlakukan, komunikasi melalui media sosial juga perlu untuk mengisi keperluan sosial individu.
Sekarang kita berada di kondisi yang di mana Pshycal Distancing ini sangat perlu diterapkan
Penyebaran virus corona yang sangat cepat melalui kontak fisik dan berpindah keudara dari batuk atau bersin seorang pasien yang telah terinfeksi dan berpotensi melompat sejauh 1-2 meter ataupun dari alat-alat di sekitar yang telah terpapar virus.

Kebiasaan salaman atau kontak fisik lainnya, pergi ke tempat yang melibatkan orang banyak, bersilaturahmi dengan keluarga, berkumpul dengan teman-teman sebaya rasanya perlu dihindari apabila tidak terlalu penting. Sedikit menyalahi budaya awal demi kemaslahatan bersama rasanya dianggap perlu demi mencegah pasien positif corona lebih banyak, awalnya memang sulit melihat setiap budaya yang dianggap baik sudah sangat banyak diberlakukan oleh beberapa orang. Tidak merespon salam tangan seperti biasanya dianggap tidak santun, dan hal-hal lainnya yang dianggap menyalahi budaya yang ada. Saya rasa hal-hal seperti contoh diatas perlu sedikit dimaklumi demi pencegahan menyebar luasnya virus, bukannya menduga bahwa seseorang yang menawarkan hal-hal demikian dianggap telah terinfeksi virus tetapi bagaimana sebaliknya jika yang ditawarkan yang merasa telah terinfeksi atau barang-barang maupun benda-benda sekitar yang telah terpapar virus. Apalagi melihat masih rumah sakit dan jumlah medis yang tidak mampu menampung atau merawat pasien yang nantinya membludak, dan jangan sampai ini terjadi di negara kita. Dan kembali lagi yang mempengaruhi  berhasilnya Pshycal Distancing telah dikembalikan oleh masyarakat dan kesadaran individu. Karena ini menyangkut isi bukan diksi.

Lockdown Indonesia?:

Lockdown dapat berarti penutupan akses dari dalam maupun luar. Lockdown menjadi sebuah protokol darurat dan biasanya hanya dapat ditetapkan oleh otoritas pemerintah. Kata ini juga bisa digunakan dalam arti melindungi orang di dalam fasilitas. Dalam kasus virus corona, negara yang terinfeksi virus corona mengunci akses masuk dan keluar untuk mencegah penyebaran virus corona yang lebih luas. Dam melihat realitanya di Indonesia sudah banyak daerah yang melakukan lockdown lokal sebelum ketetapan dari pemerintah pusat.

Dalam UU Karantina Kesehatan No 6/2018 diatur bahwa pelaksanaan karantina wilayah dalam keadaan kedaruratan kesehatan masyarakat diatur dengan peraturan pemerintah. Pada Pasal 49 ayat 1 tertulis ada empat jenis karantina, yaitu:
1. Karantina Rumah
2. Karantina Wilayah
3. Karantina Rumah Sakit
4. Pembatasan Sosial Berskala Besar oleh pejabat Karantina Kesehatan

"Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah Pintu Masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi."

Pada Pasal 55 ayat 1 tertulis bahwa, "Selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat." Jelas tertuang bahwa otoritas tertinggi dalam pemberian keputusan lockdown ialah dari pemerintah pusat atau dalam hal ini Presiden.

Jadi melihat dari segi ekonominya Indonesia telah jatuh dalam penghasilan negara melihat UMKM yang menurun, banyak aktifitas produksi, konsumsi, dan distribusi yang terhambat, kurs rupiah yang berpotensi melemah, dari demografi Indonesia yang cukup luas dan ketakutan akan panic buying dari kelas atas dan tangisan kelas bawah dalam ketidak mampuannya menghadapi lockdown tanpa bantuan dari pemerintah pusat yang telah tertuang di UU rasanya cukup sulit. Melihat kondisi ekonomi negara diporak porandakan oleh pandemi covid-19 ini masih mampukah Indonesia mengadakan lockdown dengan pertimbangan besar dan kebutuhan dana yang sangat besar melihat banyaknya penduduk yang harus disuplai dari segi bahan pokok, obat-obatan dan keperluan pokok lainnya. Dengan penduduk yang kurang lebih 268 juta jiwa atau sekitar 3.52% penduduk dunia (wikipedia:01 Juli 2019) rasanya membutuhkan biaya dan suplai yang sangat besar.

Terlebih lagi penerapan pshycal distancing yang maksimal rasanya sudah bisa menghindari pandemi bertebaran begitu cepat, ini hanya perlu pemahaman, seandainya setiap orang mengisolasikan diri atau karantina diri dirumah masing-masing maka kita bisa menghentikan arus wabah ini.

Semestinya peran memanusiakan manusia tidak hanya menjadi jargon seluruh umat yang masih peduli dikondisi sekarang, seharusnya yang kaya membantu yang miskin dalam kebutuhannya dan yang miskin mensupport yang kaya dalam menghadapi pandemi covid-19 ini.

jika covid-19 diibaratkan sebagai musuh, maka sekarang kita berada dimedan perang dengan strategi pshycal distancing untuk langkah perlawanan. Awal yang baik tentunya dengan mengenali potensi diri dan si  musuh, jangan biarkan tubuh menjadi markas musuh dengan menjaga imunitas tubuh yang menjadi benteng pertahanan, berjuang bersama untuk menang.

Terakhir untuk menutup opini saya tetap jaga kesehatan dan terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) demi menjaga diri dari virus corona yang tidak diketahui dapat menyerang tubuh kita, tetap jaga jarak 1-2 meter demi keselamatan bersama. Stay safe guys. Kita kuat, kita bersinar.
#dirumahaja #keepstayathome

Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi.
LPM Red Line tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.

SHARE :
CB Blogger

Post a Comment

 
Copyright © 2015 LPM REDLINE. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Template by Creating LPM RED LINE