Muhammad Zaldy Febry (Presiden Mahasiswa IAIN Parepare)
Penulis: Muhammad Zaldy Febry
Opini---“Sekalipun kau lenyapkan kebenaran takkan mati”.
Para pembaca pastinya sangat mengenali lirik lagu tersebut khususnya bagi para Aktivis dan roda penggerak dari mitra kritis penentu kebijakan kampus, lirik tersebut merupakan potongan lagu dari Fajar Merah yang berjudul “Kebenaran Akan Terus Hidup”. Kita tidak akan membedah apa makna dan arti dari potongan lagu tersebut karena bukan kapasitas dan kapabilitas penulis untuk membedah lagu ini, namun sepenggal lirik tersebut akan menemani chapter ke-3 kali ini mengenai pembahasan Misteri Penerapan UKT dan Problema SSBOPT di IAIN Parepare dengan sebuah pertanyaan lanjutan dari chapter sebelumnya “Apa yang saat ini disembunyikan oleh kampus?”
Pemenuhan bahan literasi serta landasan regulasi merupakan hal yang sangat di utamakan dalam sebuah proses penulisan opini, namun bukan hal itu saja yang menjadi sebuah keutamaan dalam proses tersebut, tahapan validasi serta pengecekan referensi literasi yang telah di baca oleh penulis sangat diutamakan untuk melihat kebenaran dari pemahaman penulis beserta 2 chapter tulisan sebelumnya, sebab banyak dari berbagai kalangan meragukan pemahaman dari penulis sehingga memunculkan keraguan atas kredibilitas penulis serta informasi yang disajikan.
Maka dari itu, dalam tulisan kali ini penulis akan menjelaskan hasil dari validasi data dan regulasi yang telah dijabarkan pada tulisan sebelumnya. Mari kita mulai pembahasan ini dengan merujuk pada setiap informasi yang dinilai masih diragukan kebenaranya yang ada di dalam 2 tulisan sebelunya yakni “Apakah betul pihak PTKIN yang mengusulkan UKT?” dan "Apakah betul dasar dari rumusan UKT adalah SSBOPT?” serta beberapa infromasi yang masih dirasa keabsahan infromasi tersebut masih simpang siur.
Dalam sebuah kesempatan penulis memberanikan diri untuk menghubungi pihak pusat dalam hal ini Kementrian Agama RI untuk memverifikasi kebenaran atas data yang telah dikaji. Adapun isi dari dialog singkat antara penulis dengan pihak Kementrian Agama RI yang dilakukan pada kesempatan lalu melalui media Whatsapp (14/7/2022).
Penulis : Assalamualaikum Wr. Wb Mohon izin pak saya Muhammad Zaldy Febry, Ketua DEMA-I IAIN Parepare, Minta izin untuk komunikasi.
Kemenag RI : Iya. Silahkan terkait apa?
Penulis : Ini pak terkait SSBOPT pada PTKIN saya ingin konsultasi.
Kemenag RI : Silahkan dibaca aturan SSBOPT ”PMA No.7 Tahun 2018"
Penulis : Iya siap pak, kalau ini saya sudah baca, bersamaan dengan UU No. 12 Tahun 2012 ini ada beberapa hal yang perlu kiranya saya pertanyakan secara langsung ke Bapak yakni mengenai Rekomendasi Penetapan UKT yang termuat dalam KMA 244 apakah berdasarkan pengusulan kampus pada PTKIN? dan berdasar pada hasil perhitungan SSBOPT pada kampus itu sendiri pak.
Kemenag RI :Iya berdasarkan usulan dari PTKIN, iya yang menghitung SSBOPT juga PTKIN, Menteri hanya memutuskan dimuat dalam 1 KMA.
Jika pembaca mengikuti aksi demonstrasi yang telah dilakukan dari tahun 2019 sampai tahun 2022, maka pembaca hanya akan menemukan satu jawaban saja dari pihak kampus yakni “kami hanya mengikuti Keputusan Menteri Agama (KMA) tentang penetapan Uang Kuliah Tunggal (UKT) PTKIN yang dikeluarkan oleh pihak Kementrian Agama RI” berdasarkan alibi tersebut telah mengisyaratkan bahwa pihak kampus seakan-akan hanya mengikuti instruksi yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama RI melalui KMA tersebut.
Penjelasan tersebut pulalah yang menjadi jawaban dari informasi yang selama ini telah ditutupi oleh pihak kampus sehingga fokus pengkajian dan tuntutan mengalami distraksi. “Sekalipun kau lenyapkan kebenaran takkan mati”. Dialog selanjutnya akan lebih menarik.
Penulis : Pengusulan SSBOPT dari PTKIN ke-Kementrian dilakukan setiap tahun pak?
Kemenag RI : Iya melalui forum Warek II PTKIN
Penulis : Pertemuan di bulan 6 kemarin yah pak?
Kemenag RI : Iya kalau tidak salah kemarin awal tahun juga ada pertemuan forum Warek II
Penulis : Kalau misalnya PTKIN tidak menghitung sesuai dengan perhitungan SSBOPT dan merujuk pada PMA, atau bahkan tidak mempunyai SSBOPT itu gimana pak?
Kemenag RI : Ya berarti melanggar PMA dan Juknis itu. Harusnya dihitung. Di juknis sudah ada rumus SSBOPT.
Pada dialog tersebut telah menjelaskan ke absahan dari tulisan kedua yang telah ditulis oleh penulis bahwa cukup mustahil rasanya jika pihak kampus tidak mengetahui persoalan SSBOPT atau tidak memiliki SSBOPT sedangkan dalam PMA No.7 Tahun 2018 pada pasal 8 menjelaskan bahwa kelompok paling tinggi sama dengan SSBOPT sedangkan dalam kelompok tertinggi UKT kelompok 5 IAIN Parepare telah dijabarkan dalam KMA No.244. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa tidak mungkin Keputusan Menteri Agama dapat keluar jika tanpa pengusulan dari kampus itu sendiri, Apa yang saat ini disembunyikan oleh kampus?
Pihak PTKIN memiliki beberapa sumber anggaran salah satunya dikenal dengan istilah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada kesempatan sebelumnya saat DEMA I IAIN Parepare melakukan Audience dengan Wakil Rektor II Periode sebelumnya yakni Dr. H. Sudirman L., M.H. menyampaikan bahwa “Target PNBP ditahun ini adalah 20 Miliar” hal ini pula pernah di sampaikan pada tahun 2021 sebelumnya saat aksi demonstrasi yang saat itu di sampaikan oleh Rektor sebelumnya yaitu bapak Prof. Dr. Ahmad Sultra Rustan, M.Si. bahwa capaian PNBP bergantung pada pembayaran UKT sedangkan SSBOPT yang menjadi komponen penyusunan UKT tidak pernah di perlihatkan, lalu target apa yang sebenarnya sangat ingin dan selalu dijadikan sebagai alasan kampus pada saat mahasiswa ingin melakukan banding atau pengajuan kebijakan keringanan UKT? konsepsi yang telah dijelaskan oleh penulis pada paragraf ini secara ajaib ternyata bukan hanya menjadi masalah di IAIN Parepare saja, namun di beberapa PTKIN alibi yang selalu saja dikeluarkan oleh kampus adalah kekhawatiran tidak tercapainya target PNBP.
Pengajuan dan permintaan data SSBOPT kepada pihak kampus telah berkali-kali dilakukan sebelum Aksi Kamisan, dalam sebuah kesempatan pihak kampus bersama DEMA-I dan SEMA-I melakukan rapat (27/7/2022) untuk menyamakan persepsi terkait UKT. Pada awal pembahasan di pertemuan tersebut DEMA-I dan SEMA-I disajikan mengenai pendapatan PNBP dari setiap angkatan mahasiswa IAIN Parepare yang tentu saja bukan itu tujuan dari diadakannya rapat tersebut akan tetapi meminta SSBOPT, bukannya membahas soal SSBOPT pihak kampus justru membahas terkait bagaimana mempertahankan serta meningkatkan PNBP kampus yang secara tidak langsung ingin menyerap lebih banyak lagi dan memperbesar UKT yang dimana setiap tahunnya UKT terus dinaikkan. Sepertinya inilah jawaban atas pertanyaan yang selama ini di tanyakan oleh mahasiswa yakni “Kenapa selalu naik UKT setiap tahun?” sehingga kita dapat menarik kesimpulan bahwa pihak kampus memang sejatinya tidak mempunyai SSBOPT dengan terus berlari mengejar PNBP yang lebih banyak lagi, sehingga Regulasi PMA No.7 Tahun 2018 di injak begitu saja.
Tidak berhenti disitu saja, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia pasca amandemen 1945 menganut sebuah prinsip Check and Balance adalah saling mengontrol, menjaga keseimbangan antara lembaga-lembaga negara atau yang biasa kita sebut dengan cabang-cabang kekuasaan negara. Pihak yang harusnya dapat mempersoalkan hal ini adalah Kementrian agama RI yang merupakan pemegang kekuasaan dan pengontrol PMA No.7 Tahun 2018, apakah manuver yang tengah dilakukan saat ini adalah sebuah hal yang tabu disetiap PTKIN yang dianggap biasa saja atau sudah menjadi rahasia umum dilingkup petinggi PTKIN.
Beberapa hari belakangan ini para pembaca dan pengamat yang selama ini menyaksikan sekumpulan mahasiswa disetiap hari kamisnya berdiri di depan Rektorat IAIN Parepare, maju menyuarakan kebenaran dengan berani memasang badan dengan tingkat kerumitan isu yang bukan hanya menyoal IAIN Parepare saja tetapi berbagai elemen dan stakeholder dalam keterlibatan penyusunan UKT, sejujurnya masih banyak yang akan dituangkan oleh penulis dalam tulisan ini namun menyikapi respon saat ini yang tengah mempertanyakan gerakan apa yang sebetulnya dilakukan oleh pihak DEMA-I dan SEMA-I?. Pada chapter berikutnya penulis akan membahas alasan mengapa DEMA I dan SEMA I mengambil langkah gerakan Aksi Kamisan, mengapa bukan sebuah aksi besar besaran yang harusnya jika melihat isu yang di angkat adalah isu yang sangat besar. Sebuah apresiasi teriring ucapan terima kasih kepada seluruh kawan-kawan yang sampai saat ini masih konsiten dan berkomitmen memperjuangkan kebenaran, Panjang umur perjuangan untukmu Mahasiswa.
Tulisan opini yang dipublikasikan di media online ini menjadi tanggung jawab penulis secara pribadi.
LPM Red Line tidak bertanggung jawab atas persoalan hukum yang muncul atas tulisan yang dipublikasikan.
Post a Comment